Senin, 14 Mei 2012

Indahnya Kesederhanaan

Senang dan sedih, suka dan duka adalah dua perasaan yang berlawanan yang diberikan Allah kepada manusia. Jadi, setiap manusia pasti mengalami perasaan suka maupun duka. Suatu saat bersuka, suatu saat berduka. Bahkan sekali-kali kadang bercampur. Suka dan duka menjadi satu. Setiap manusia mengalami kesedihan dan kebahagiaan dalam porsi waktu yang sama. Mustahil seseorang, apalagi dalam seluruh hidupnya, mengalami rasa duka terus menerus, atau bahagia senantiasa. Orang kaya yang berlimpah harta dan kedudukan, yang kita menyangkanya selalu bahagia, pasti ada rasa duka yang hinggap sewaktu-waktu di dalam dirinya. Demikian pula, seseorang yang selalu hidup dalam kemiskinan tidak berarti kebahagiaan tidak pernah singgah dalam dirinya. Jadi, bisakah kita memilih selalu bahagia? Kita bisa bahagia pada hari itu apabila kita menginginkan bahagia dan berusaha untuk menjadi gembira. Hidup ini memang sederhana. Untuk mendapatkan kebahagiaan dan keindahan dalam hidup juga sederhana. Keindahan yang ada ternyata adalah kesederhaan itu. Indah, bahagia dan sederhana bukan sesuatu yang rumit. Seseorang mengingkankan kebahagiaan resepnya cukup sederhana. Anggaplah hidup sebagai karunia. Apa yang dikaruniakan kepada kita sungguh patut kita syukuri. Karena Dia telah memberikan yang terbaik buat kita dengan karunia tersebut. Ia lebih tahu tentang kita daripada kita sendiri. Karena setelah kesedihan ada kegembiraan. Setelah kesulitan ada kemudahan. Oleh karena itu, sederhanalah dalam menjalani hidup. Sederhanalah dalam mendapatkan kebahagiaan. Maka keindahan akan kita jumpai di dalamnya. Sederhana itu indah. Ibarat daun-daun yang menua akan berguguran. Jatuh diatas tanah. Keindahan yang tadinya menyala tatkala berada di pohon berubah manfaatnya. Daun yang berserakan di tanah lama kelamaan akan berubah menjadi humus. Ia memberikan manfaat bagi tanah meskipun tidak lagi berupa keindahan, tapi berupa kesuburan. Sumber : Meti_ Herawati http://metyug.blogspot.com/2011/05/tulisan-perekonomian-indonesia.html

Rabu, 02 Mei 2012

Pengorbanan Seorang Ayah (Kisah Bermakna Insya AlLah...)

Ini kisah saya copas dari sebuah milist. Setelah saya baca hingga selesai, Subhanallah…telah membuka kembali hati saya, bahwa sangat berartinya suami saya selama ini. Terimakasih cinta…apa yang telah engkau lakukan untuk kami, adalah perjuangan yang sangat besar dan mulia. Semoga Allah senantiasa melindungimu, memberikan balasan dan pahala yang sangat besar pula atas pengorbananmu selama ini. SyurgaNya. Amiin…Ya Rabbal’alamiin… Selasa malam (1 Februari 2005), Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi. Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya menghentikan motor dan melepas kepenatan di sebuah shelter bis di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 10.25 malam. Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan alasan saya berhenti sejenak. Setelah saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu muda memeluk seorang anak lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas sekali mereka kedinginan. Saya terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata saya berlinang dan teringat anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa dan berandai-andai, “Bagaimana jadinya jika yang berada disitu adalah isteri dan anak saya?” Tanpa berlama-lama saya dekati mereka dan saya berusaha menyapanya. ” Ibu,ibu,kalau mau ibu boleh ambil jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling tidak anak ibu tidak kedinginan” Saya segera membuka raincoat dan jaket saya, dan langsung saya berikan jaket saya. Tanpa bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung meraih jaket saya. Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk. “Tunggu sebentar disini bu!” pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari shelter itu dan saya meminta air putih hangat padanya. an Alhamdulillah, saya justeru mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya kembali memberikannya kepada ibu tersebut. “Ini bu,.. kasih ke anak ibu!” selanjutnya mereka meminumnya berdua. Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat “Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya” sesaat kemudian ibu tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong ibu pulang kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro tapi…(dia menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas bertanya. “Ya” jawab saya singkat. “Kenapa sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya lagi. Saya diam sejenak karena agak terkejut dengan pertanyaannya. “Terus terang bu, sebenarnya selama ini saya merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan mereka berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka adalah bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya berharap semoga Allah terus menjaga mereka ketika saya pergi.” Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi serba salah. “Bu, maafkan saya kalau saya salah omong. Pak kalau boleh saya minta uang seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya dengan sedih dan sopan. Airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak lelakinya. Karena perasaan bersalah, saya segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan saya berikan padanya. Dia berusaha meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi cepat-cepat saya lepaskan. “ya sudah, ibu ambil saja, tidak usah dipikirkan!” saya berusaha menjelaskannya. “Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana? Badan saya juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya” kembali ibu tersebut bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya, Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan saya? tapi saya entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas- kannya. Maka saya berikan raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata sepatahpun. Tiba tiba anaknya menangis dan semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa? Saya keluarkan handphone saya dan saya pinjamkan pada anak tersebut. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut, mungkin karena lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur anaknya memainkan handphone saya. Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi. Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di shelter tersebut memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk segera pulang dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan saya nyalakan motor, saya pamit dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya. Saya jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya. Dia meminta no telpon rumah saya dan saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah sekali dan saya berikan saja kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan perjalanan saya. Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang jalan. Dan ketika sampai di depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan ke isteri saya kalau saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone saya tertinggal dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal dengan kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. “Gila.Saya benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan semua didalamnya” dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman saya kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar meng-ikhlaskan semuanya. “Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti ini. Sudahlah sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya biar bisa lebih ikhlas” dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan tidur. Keesokan paginya saya terpaksa berangkat kerja membawa mobil padahal hal ini, tidak terlalu saya suka. Saya selalu merasa banyak waktu terbuang jika bekerja membawa mobil ketimbang naik motor yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam. Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu saya. Sampai di kantor, saya kaget melihat sebuah bungkusan besar diselimuti kertas kado dan pita berada di atas meja kerja saya. Saya tanya ke office boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang tadi malam, katanya bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus. “Bapak selingkuh ya, pagi-pagi sudah dapat hadiah dari perempuan? tanyanya sedikit bercanda kepada saya. Saya hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat plat nomor mobil orang tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan kepala.. Segera saya buka kotak tersebut dan “Ya Allah, semua milik saya kembali. Jaket, raincoat, handphone, kartu nama dan uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah uang yang dikembalikan sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas yang tertulis ; ” Pak, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang saya pinjam dan maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah tidak tahan dan mencoba lari dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan suami saya karena beliau sering terlambat pulang ke rumah dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang setelah saya berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya semalam ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di depok, tetapi saya jadi bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam di hate bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya baru menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa depan isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga dari kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap, biarlah bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran kami berdua . Oh ya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih. Segera saya telpon isteri saya dan saya ceritakan semua yang ada dihadapan saya. Isteri saya merasa bersyukur dan meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke mesjid terdekat sebagai amal ibadah keluarga tersebut. from : milis crewkkn_ugmgorontal o@yahoogroups. com DiCopy dari : http://ummuazhar.wordpress.com/2010/02/02/pengorbanan-seorang-suami-kisah-nyata/

Selasa, 17 April 2012

Seberapa bersyukurkah kita?....







Ya....Allah Ya...Rabb....Jadikanlah Kami orang yang bersyukur.
Tumpahkanlah rasa syukur disetiap relung hati kami sekeluarga atas apa-apa yang telah Engkau berikan.
Jauhkanlah kami dari keluh kesah atas "sedikit" cobaan yang engkau berikan.
Tiada banding atas cobaanMu dengan setiap tetes dan detik nikmatMu.

Rabu, 04 April 2012

Allah, Aku Bosan Mengeluh


Allah, aku bosan mengeluh akan keadaanku ini. Keadaan yang Engkau ciptakan adalah untuk sebaik-baik makhluk. Kau beri aku kekurangan, tapi ketika ku Tanya kawan-kawan ternyata aku punya kelebihan. Maka, tak ada alasanku mengumbar kekurangan dan mencaci kelemahan.

Allah, aku bosan mengeluh akan bentuk fisikku. fisik yang engkau berikan padaku adalah sebaik-baik bentuk. Aku tak Engkau berikan bagian tubuh yang cacat. Aku pun masih dapat berfikir normal. Jika ku lihat di luar sana, masih banyak yang Engkau berikan ujian berupa bentuk fisik yang tak sempurna. Mereka mampu tersenyum, menjadikanku malu untuk mengeluh.

Allah, aku bosan mengeluh akan hidupku. Karena yang Engkau titipkan adalah yang aku butuhkan. Jika aku berkata bahwa ini kurang dan itu kurang, sebenarnya adalah nafsuku yang berkata.

Allah, aku bosan mengeluh tentang semua. Karena ketika aku mengeluh, maka akan terlontar perkataan-perkataan buruk yang aku tau bahwa perkataan sejatinya adalah doa. Maka jika aku mengeluh, sesungguhnya aku telah menciptakan boomerang untuk diriku sendiri.

Allah, aku bosan mengeluh. Setelah ku pahami, kasih sayangMu yang tak terhingga. PemberianMu yang mengalir deras bak aliran sungai. Aku malu jika aku mengeluh. Aku seolah menjadi makhluk yang tak pernah berterimakasih.

Allah, aku bosan mengeluh. Keluhan-keluhan yang ku lontarkan pada setiap orang yang ku temui akan menular menjadi keluhan-keluhan baru. Lalu, apa gunanya aku hidup ? Jika yang aku bisa tularkan bukanlah semangat tapi selalu keluhan.

Allah, aku bosan mengeluh. Memperlihatkankan segala resah dan gundah pada semua orang. Yang mungkin tidak semua akan memahaminya, karena yang ku tahu masing-masing dari mereka juga memiliki beragam masalah.

Allah, aku bosan mengeluh. Setelah ku sadari arti hadirMu. Bukan hanya suatu Dzat yang menciptakan alam semesta, tapi Engkau adalah sebaik-baik kawan yang selalu setia mendengar, memahami dan memberi solusi. Jadi, kepadaMu-lah sepantasnya semua keluhan terlontar.

Allah, aku bosan mengeluh tatkala Engkau berikan apa yang bukan menjadi inginku. Karena aku tahu, bahwa Engkau lebih tahu aku daripada diriku sendiri. Engkau berikan ini meskipun terlihat buruk bagiku, tapi sebenarnya ada sesuatu yang luar biasa jika ku pahami dan ku fikirkan.

Allah, aku bosan mengeluh. Karena tiap kali aku mengeluh, tanpa sadar aku telah mengejekMu secara tidak langsung. Mengejek ketidaksempurnaan ciptaanMu. Padahal Engkaulah sebaik-baik pencipta. Aku berharap Engkau tidak murka akan kelakukanku. Ampuni aku ya Rabb…

Allah, aku bosan mengeluh. Tanpa sadar aku menjadi hamba yang kufur. Bisa saja Engkau langsung binasakan aku, tapi Engkau Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Aku yang senantiasa membutuhkanMu bukan sebaliknya. Kau beri aku kesempatan untuk memohon ampun.

QS. Luqman : 12
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."

QS. Luqman : 17
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

QS. Ibrahim : 8
Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."

QS. Ar Rahman : 21
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

By. Kiptiah
Sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/kiptiah-allah-aku-bosan-mengeluh.htm

Selasa, 14 Februari 2012

Luasnya kasih sayang Allah SWT



Saudaraku sekalian, betapa pedihnya hati ini tak kalah menjumpai buah hati tersayang-belahan jiwa- mengalami cobaan berupa sakit yang parah atau cacat fisik yang membuatnya tak berdaya atau berpenampilan yang enak dipandang mata. Apalagi itu terjadi pada anak perempuan kita. Bumi serasa runtuh, kaki serasa goyah, tiada tempat pijakan lagi, serta pengharapan.

Tapi saudaraku, janganlah kita berputus asa. Segala bentuk cobaan Allah SWT bukanlah tanpa makna seandainya kita mau menyadarinya. Allah SWT tidak akan memberikan cobaan kepada kita semua di luar kemampuan kita untuk memikulnya. Cobaan tersebut merupakan kasih sayang Allah SWT yang terkadang kita sangat lemah untuk mengetahuinnya. Kita terkadang terlalu terpuruk sehingga tidak menyadari betapa sayangnya Allah SWT terhadap kita semua.

Bentuk kasih sayang Allah tersebut salah satunya sebagaimana di sabdakan oleh Nabi junjungan kita Muhammad SAW “ dari Aisyah r.anha ia berkata, “ seorang wanita bersama dua anak perempuannya masuk ke rumahku, meminta sesuatu, tetapi saya tidak memiliki sesuatu kecuali satu buah kurma, kemudian saya berikan padanya, lalu ia membaginya menjadi dua untuk keduanya, ia tidak memakannya, ia lalu berdiri dan keluar, setelah itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk dan saya ceritakan kepadanya, kemudian beliau bersabda,”Barang siapa yang diuji dari anak-anak perempuannya dengan sesuatu, kemudian ia berbuat baik kepadanya maka ia akan menjadi penghalang baginya dari api neraka (HR. Bukhari dan Muslim).

Allah berfirman “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan kepada Kamillah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiyaa:35).

Untuk itu saudaraku, janganlah bersedih dan berputus asa, bertawakallah selalu kepada Allah dengan pengharapan yang tetap tinggi melalui ikhtiar dan doa. Semoga rahmat Allah SWT selalu tercurah kepada kita semua, baik selagi di dunia maupun akhirat nanti, amin.

Senin, 23 Januari 2012

Kunci Zuhud



AKU TAHU,
REZEKIKU TAK MUNGKIN DIAMBIL ORANG LAIN,
KARENANYA HATIKU TENANG.

AKU TAHU,
AMAL-AMALKU TAK MUNGKIN DILAKUKAN ORANG LAIN,
MAKA AKU SIBUKKAN DIRIKU UNTUK BERAMAL.

AKU TAHU,
ALLAH SELALU MELIHATKU,
KARENANYA AKU MALU BILA ALLAH MENDAPATIKU MELAKUKAN MAKSIAT.

AKU TAHU,
KEMATIAN MENANTIKU,
KARENANYA KUPERSIAPKAN BEKAL UNTUK BERJUMPA DENGAN RABBKU.

(Hasan Al-Bashri)

Hasan Al-Bashri atau Abu Sa’id Al-Hasan ibn Abi-Al-Hasan Yasar Al-Bashri dalam jajaran mistikus muslim dikenal sebagai seorang yang memiliki sikap spiritualitas yang tinggi dan kehidupan zuhudnya yang menggugah hati menjadi referensi dan inspirasi bagi orang beriman dari masa ke masa.

Beliau dilahirkan di Madinah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 21 Hijriah (642 M). Pernah menyusu pada Ummu Salmah, isteri Rasulullah S.A.W., ketika ibunya keluar melaksanakan suruhan beliau. Hasan Al-Bashri pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasul S.A.W. sehingga beliau muncul sebagai ulama terkemuka dalam peradaban Islam. Hasan Al-Bashri meninggal di Basrah, Iraq, pada 110 Hijrah (728 M).

Hasan Al-Bashri dikenal memiliki kepribadian yang santun, ramah, penuh kasih, dan bersahaja. Nasihat-nasihat spiritualnya begitu mudah menembus kedalam hati para muridnya, karena beliau memang mampu tampil sebagai contoh ideal dari semua ajarannya. Baginya, nasihat dengan perbuatan jauh lebih efektif dibandingkan nasihat dengan kata-kata.

“Kunci Zuhud” di atas, merupakan jawaban Hasan Al-Bashri ketika beliau ditanya kenapa dia selalu tenang dalam menghadapi hidup dan sibuk bekerja serta sibuk beramal? Semoga menjadi inspirasi dan penyejuk hati dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana ini.

Sumber : http://bubuhanbanjar.wordpress.com/2009/09/13/kunci-zuhud-hasan-al-bashri/

Rabu, 18 Januari 2012

Istri Penyejuk Hati


Sebaris kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seorang istri yang ingin menjadi perhiasan terindah dunia dan bidadarinya akhirat yaitu wanita shalihah. Semoga melalui kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seseorang yang mendambakan keluarga sakinah mawadah wa rahmah yang diridhai oleh Allah ‘Azza wa jalla

Ia menceritakan pengalamannya:
“Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati: Aku telah menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita bani Tamim dan kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian aku berkata (dalam hati): “Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia. Dan jika tidak, aku ceraikan ia.”

Kemudian datanglah wanita-wanita bani Tamim mengantarkannya. Dan setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata, “Wahai fulanah, sesungguhnya menurut sunnah apabila seorang wanita masuk menemui suaminya hendaklah si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat dua rakaat.”
Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku pakaian tidur yang telah dicelup dengan za’faran.

Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata, “Tahan dulu (sabar dulu).”
Aku berkata dalam hati, “Satu malapetaka telah menimpa diriku.” (yakni musibah telah menimpa dirinya)

Lalu ia memuji Allah kemudian memanjatkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak pernah melangkah kecuali kepada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum mengenal tabiatmu).

Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya.”
Aku berkata kepadanya, “Aku suka begini dan begini (Syuraih menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala sesuatu yang disukainya) dan aku benci begini dan begini (Syuraih menyebutkan semua perkara yang ia benci).”

Ia berkata lagi, “Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?”
Aku (Syuraih) berkata, “Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan.”

Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis qadha’, dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.

Tibalah waktu kunjungan mertua.
Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).
Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.
Aku bertanya, “Hai Zainab, siapakah wanita ini?”
Istriku menjawab, “Ia adalah ibuku.”
“Marhaban”, sahutku.
Ia (ibu mertua) berkata, “Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?”
“Alhamdulillah baik-baik saja”, jawabku.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Tanyanya.
Aku menjawab, “Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.”

Ia berkata, “Sesungguhnya seorang wanita tidak akan terlihat dalam kondisi yang paling buruk tabiatnya kecuali pada dua keadaan: Apabila sudah punya kedudukan di sisi suaminya dan apabila telah melahirkan anak. Apabila engkau melihat sesuatu yang tak mengenakkan padanya pukul saja. Karena, tidaklah kaum lelaki memperoleh sesuatu yang lebih buruk dalam rumahnya selain wanita warhaa’ (yaitu wanita yang tidak punya kepandaian dalam melakukan tugasnya).

Syuraih berkata, “Ibu mertuaku datang setiap tahun sekali kemudian ia pergi sesudah bertanya kepadaku tentang apa yang engkau sukai dari kunjungan keluarga istrimu ke rumahmu?”
Aku menjawab pertanyaannya, “Sekehendak mereka!” Yaitu sesuka mereka saja.
Aku hidup bersamanya selama dua puluh tahun, aku tidak pernah sekalipun mencelanya dan aku tidak pernah marah terhadapnya.”

Dikutip dari buku Agar Suami Cemburu Padamu karya Dr. Najla’ As-Sayyid Nayil, penerbit Pustaka At-Tibyan

Sumber : http://kisahmuslim.com/kisah-istri-yang-menyejukkan-hati/

Jumat, 13 Januari 2012

Larangan Meminta Jabatan


"Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka)bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa (QS. AlQashash:83).

Dari Abu Said Abdurrahman bin Sumurah ra. Dia berkata, "Rasulullah SAW pernah bersabda kepada saya, Wahai Abdurrahman bin Sumurah, janganlah menuntut kedudukan dalam pemerintahan, karena jika kamu diserahi jabatan tanpa kamu minta, kau akan dibantu (untuk menjalankannya), tetapi jika kamu memperoleh jabatan itu karena kamu memintanya, maka kamu akan dibeban dengannya. Dan apabila kamu bersumpah untuk melakukan sesuatu, kemudian ternyata kamu dapati hal lain yang lebih baik, maka jalanilah apa yang kamu anggap lebih baik dan tebuslah sumpah itu (Mutafaq Alaih).

Dari Abu Dzar ra. Dia berkata Rasulullah SAW berkata kepada saya" Wahai Abu Dzar, saya melihat kamu adalah orang yang lemah, dan saya suka untukmu apa yang saya suka untuk diri saya sendiri. Janganlah kamu menjadi pemimpin walau terhadap dua orang dan jangan menguasai harta anak yatim (HR. Muslim).

Darinya (Abu Dzar ra.) dia berkata" wahai Rasulullah, maukah kamu mengangkat saya (untuk menjalani suatu tugas)?. Kemudian beliau memukul bahu saya sambil bersabda, "Wahai Abu Dzar, kamu adalah orang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah, dia pada hari kiamat adalah kehinaan dan penyesalan. Kecuali orang yang yang dapat menunaikan haknya dan menjalankan kewajibannya (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya RAsulullah SAW bersabda, "sesungguhnya kalian suatu saat akan berebut kekuasaan, dan hal itu akan menjadi penyesalan pada hari kiamat (HR. Al-Bukhari).

Wahai saudaraku sekalian, cermatilah ayat Alquran dan hadist di atas, mudah-mudahan dapat menjadi penerang hati...

Janganlah kebahagiaan semu nan sesaat di dunia menggadaikan kebahagiaan hakiki di akhirat nanti....

Semoga Allah selalu menguatkan iman dan islam kita sekalian...amin.

Rabu, 11 Januari 2012

Mendidik Anak Secara Islami


Mendidik Anak Secara Islami

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةًوَّسُرُوْرًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحـْدَهُ لاَشـَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعََبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاَفَْضلِ اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَاِبه اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَـٰفاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً


Pada ayat di atas Allah menegaskan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik secara fisik disebabkan kurang gizi dan kurang perawatan kesehatan, lemah mental berupa kurang pendidikan agama, lemah keterampilan sehingga kurang dapat memberdayakan dirinya dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya, maupun kelemahan lainnya.

Sebagaimana dimaklumi pendidikan anak agar potensi baiknya tumbuh dan berkembang merupakan sesuatu yang penting. Syekh Nawawi Banten dalam Tanqih Al-Qaul menjelaskan tentang keutamaan pendidikan anak dalam bab ke-31. Dalam kitab ini disebutkan beberapa keutamaan mendidik anak.

Pertama, pendidikan akhlak bagi anak sehingga anak tersebut memiliki akhlak yang mulia merupakan pemberian orang tua yang paling utama. Mendidik anak dengan memperhatikan, menegur, mengancam, dan memukulnya bila diperlukan agar anak berakhlak baik merupakan sesuatu yang utama dan dipandang sebagai pemberian orang tua yang paling utama dibandingkan dengan pemberian yang lainnya. Karena akhlak mulia dapat mengantarkan seorang hamba menjadi raja.

Barangkali kita bertanya-tanya, sedemikian pentingnyakah akhlak dalam kehidupan seseorang? Seorang penyair menyatakan bahwa keberadaan suatu bangsa adalah bila akhlaknya tegak. Bila akhlaknya rusak, maka bangsa tersebut akan binasa. Jepang maju dalam bidang teknologi dan ekonomi adalah karena akhlak mereka yang mengagumkan. Mereka sabar dan disiplin dalam menggali dan mengembangkan ilmu. Dimana-mana orang Jepang berusaha menambah ilmu dan informasi dengan membaca.

Sekarang mari kita pikirkan dapatkah suatu bangsa meraih kejayaannya jika orang-orang di dalamnya memiliki akhlak yang rusak? Dapatkan suatu bangsa akan maju bila anak-anak yang ada di dalamnya tidak menghormati orang tua dan gurunya? Sebaliknya bagaimana bila orang tua dan guru pun tidak menyayangi dan memperhatikan anak kandung dan anak didiknya? Dapatkah suatu bangsa akan maju, bila anggota masyarakatnya tidak memiliki akhlak berupa syukur kepada Allah dengan ibadah dan ketaatan? Apa yang akan terjadi bila orang-orang mempunyai sifat malas dan tidak mau ber-mujahadah (berjuang keras) untuk memperbaiki diri, keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar dan negaranya?

Betapa baiknya orang tua yang dapat memfasilitasi anaknya dengan hand phone, uang yang cukup, kendaraan, rumah dan sebagainya. Namun, seandainya orang tua tidak mendidik akhlaknya, maka pemberian tersebut menjadi tidak ada nilainya. Seorang anak yang rusak akhlaknya itu menghabiskan biaya yang sangat mahal. Seorang anak yang berakhlak buruk dapat mengambil harta orang tuanya tanpa ijin, menjual TV, radio, dan apa saja yang ada di rumah dan bahkan dapat memaksa orang tua untuk memenuhi keinginannya. Betapa hancur hati orang tua yang diancam dengan dikalungi clurit oleh anak kandungnya sendiri.

Anak yang bermasalah akan menjadi beban bagi orang tuanya. Seorang anak yang berakhlak buruk dapat membuat orang tuanya yang kaya jatuh menjadi miskin, sakit-sakitan dan menderita secara fisik dan mental. Anak yang bermasalah bahkan dapat mengganggu kenyamanan lingkungan sekitarnya, membuat keonaran dan menjadi biang masalah yang ada. Na’udzu billahi min dzalik. Beruntunglah orang tua yang diberi rezki berupa anak, lalu dididik akhlak dan ilmu pengetahuan, sehingga anak tersebut akan memberikan syafa’at kepada orang tuanya. Sebaliknya, sungguh rugi orang tua yang menelantarkan anaknya bodoh dan berakhlak buruk, karena segala dosa yang dilakukan anak tersebut akan ditimpakan juga kepada orang tuanya yang masa bodoh pada pendidikan anaknya. Sekolah-sekolah berasrama kini berlomba menawarkan character building (pembangunan karakter atau akhlak mulia dan unggul) kepada masyarakat, di samping mutu pendidikan, mengingat betapa pentingnya masalah akhlak.


Kedua, mendidik anak pahalanya lebih besar daripada pahala sedekah satu sha’ (sekitar satu liter) setiap hari. Syekh Nawawi mengutip perkataan Imam Al-Manawi yang menyebutkan, bila anak dididik, maka akhlaknya yang mulia dan ibadahnya yang benar akan menjadi sedekah jariyah bagi orang tuanya, sedangkan sedekah satu sha’ pahalanya terputus bila tidak lagi dilakukan. Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya akan terus mengalir kepada pelakunya, bahkan sekalipun pelakunya sudah meninggal dunia. Orang tua yang bekerja keras mendidik anaknya, sehingga anaknya menjadi anak yang shalih, maka anak tersebut kedudukannya seperti sedekah jariyah bagi orang tuanya. Doa anak shalih terus mengalir kebaikannya untuk orang tuanya, sekalipun orang tuanya tersebut sudah terbujur di dalam kubur.

Mendidik anak bukan hanya menambahkan pengetahuan kepada anak, namun juga mengarahkannya agar memiliki akhlak yang baik. Adab, menurut Al-‘Alqimi, sebagaimana dikutip oleh penyusun kitab Tanqihul Qaul ialah berkata dan berbuat yang terpuji. Pendapat lain menyatakan akhlak ialah menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Menghormati orang yang lebih banyak ilmunya dan mengasihi orang yang kurang ilmunya.

Ketiga, menyayangi anak dapat mengantarkan seseorang untuk masuk ke dalam Dar Al-Farh (tempat kebahagiaan) yang berada di dalam surga. Tidak semua penghuni surga dapat masuk ke dalam Dar Al-Farh. Tempat tersebut khusus untuk orang tua yang membahagiakan anaknya, baik anak lelaki maupun perempuan.
Berbagilah kebahagiaan dengan anak-anak. Bermain, tersenyum dan tertawalah bersama anak-anak. Saat pergi jauh, baik karena pekerjaan maupun silaturahim, maka bawalah oleh-oleh yang dapat membahagiakan hati anak-anak kita. Bawalah buah-buahan, makanan, pakaian, atau mainan yang disukai yang dapat membuatnya bersuka cita. Syukuri karunia anak. Syekh Nawawi menulis bahwa memandang anak-anak dengan syukur seperti memandang wajah Nabi.

Apakah karena sayang, maka kita tidak boleh memarahi dan memukul anak? Ada kasus seorang ibu kebingungan dan marah besar, karena anaknya yang masih kelas 3 SD belum pulang ke rumah padahal sudah pukul 10 malam. Anaknya tidak memberi tahu kemana akan pergi. Begitu pulang ibu tersebut menangis dan memukuli anaknya dengan sapu lidi. Setelah ditanya, anaknya menjawab dari tempat internet bersama teman-temannya. Hukuman tidak berhenti pada pukulan saja. Anaknya juga dikurung, dimasukkan ke dalam kamar dan dikunci dari luar. Apakah ibu tersebut telah menggunakan cara yang benar dan tepat dalam mendidik anaknya?

Dalam mendidik anak perlu keseimbangan antara sikap lemah lembut dan tegas agar anak dapat diarahkan menjadi anak yang berakhlak dan berbakti. Memukul anak memang termasuk bagian dari mendidik anak. Syekh Nawawi juga menuliskan bahwa usia 6 tahun anak dididik tata krama, usia 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya, dan usia 13 tahun dipukul bila tidak mengerjakan shalat fardu. Akan tetapi, kalaupun memukul terpaksa dilakukan kepada anak hendaknya dengan cara yang benar. Misalkan jangan memukul anak di depan umum, karena akan menjatuhkan harga dirinya. Jangan memukul anak pada wajah, karena merupakan anggota tubuh yang paling mulia bagi manusia. Wajahlah yang paling mudah dikenali dari seseorang. Cedera pada wajah merupakan aib besar. Juga jangan memukul yang menyakiti atau melukai. Pukullah dalam rangka mendidik dan dilakukan tanpa disertai kemarahan, namun betul-betul karena sayang. Bila memungkinkan, lebih baik hindarilah menghukum dengan pukulan.

DR. Nashir Umar bercerita di dalam bukunya Silsilatu Al-Buyut Al-Muthmainnah (diterjemahkan oleh penerbit: Mendung Di Langit Rumah): ”Beberapa hari yang lalu, saya berbincang-bincang dengan seorang pemuda yang salih. Saya bertanya kepadanya tentang bagaimana cara orang tuanya mendidiknya. Pemuda itu begitu bangga terhadap ayahnya. Ayahnya belum pernah memukulinya, kecuali pukulan yang sangat tidak layak disebut pukulan.” Gunakan kasih sayang dalam mendidik anak. Perhatikan ucapan Nabi Nuh kepada anaknya yang durhaka:

يَٰبُنَىَّ ٱرْكَبَ مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ ٱلْكَـٰفِرِينَ

Artinya: ”Hai Anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Hud: 42).
Perhatikan sekali lagi! Nuh berkata kepada anaknya yang kafir: ”Wahai Anakku.” Ia menggunakan kata-kata yang lembut penuh kasih sayang. Nuh tidak menggunakan kata-kata kasar seperti: ”Hai Anak nakal! Anak durhaka! atau anak kafir.”
Hal yang tidak kalah penting dalam mendidik anak ialah keteladanan. Berhasilkah orang tua yang melarang anaknya merokok, padahal dirinya merokok? Berhasilkah orang tua menyuruh anaknya shalat berjama’ah, padahal dirinya selalu shalat di rumah? Berhasilkah orang tua yang menyuruh anaknya rajin belajar, padahal dirinya tidak pernah membaca buku di hadapan anak-anaknya? Berhasilkah orang tua yang menginginkan anak-anaknya menghormatinya sementara ia sendiri tidak menghormati ayah dan ibunya? Ibda binafsika (mulai dari dirimu sendiri). Pepatah Arab mengatakan:
لِسَانُ الْحَالِ أَفْصَحُ مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ
Artinya: “Contoh perbuatan lebih efektif (lebih berpengaruh) daripada perkataan”.
Kalau ingin anak belajar shalat shubuh berjama’ah, maka bangun dan ajaklah ia ke masjid atau mushala. Buktikan bahwa kita sebagai orang tua bukan hanya mampu menyuruh, namun juga memberikan teladan. Kalau ingin anak rajin membaca Al-Qur’an, maka berikanlah contoh kepadanya bahwa kita rajin membaca Al-Qur’an dan ajaklah ia agar juga rajin membacanya. Untuk mengajarkan pentingnya silaturahim, maka ajaklah anak-anak bersilaturahim kepada orang tua, saudara, guru, murid, teman, maupun lainnya.

Syekh Nawawi Banten dalam menjelaskan bab mendidik anak ini masih kurang lengkap. Beliau belum mengungkapkan kiat-kiat mendidik anak secara rinci. Akan tetapi, apa yang dipaparkannya tentu saja sangat berharga, karena memberikan prinsip dan motivasi yang bersifat umum agar kita mendidik anak dengan benar. Perkembangan jaman sebenarnya menuntut para kyai maupun ustadz untuk memberikan karya baru di bidang pendidikan anak, atau memberikan syarah baru yang lebih memadai terhadap bab ini berdasarkan permasalahan yang berkembang pada saat sekarang.
Kitab yang berjudul Kaifa Nurabbi Abna`aka Hadza Al-Zaman (Bagaimana Kita Mendidik Anak-anak Pada Masa Sekarang) yang diterjemahkan bebas oleh Penerbit Pustaka Rahmat Bandung menjadi Ibu, Bimbing Aku Menjadi Anak Sholeh termasuk buku yang menarik. Karena buku tersebut merupakan pengalaman penulisnya sendiri dalam mendidik anak selama 20 tahun dan di dalamnya juga dilengkapi dengan pengalaman pendidik dan orang lain.

Di buku tersebut misalkan dijelaskan hubungan antara perilaku orang tua dan jiwa anak sebagai berikut:
a. Orang tua yang over protektif, selalu ikut campur menyebabkan pribadi anak menjadi lemah, karena semuanya dikendalikan oleh orang tua. Anak tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri.
b. Orang tua yang memanjakan dan selalu menuruti keinginan anak, maka dapat membuat anak menjadi lepas kontrol. Anak biasa dimanja sehingga tanpa batas dan semau sendiri.
c. Kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan orang tua membuat anak menjadi pribadi yang penakut dan ragu. Di antara bentuk kekerasan fisik ialah pukulan, tendangan, dan siksaan fisik lainnya. Adapun kekerasan psikis (kejiwaan) seperti orang tua yang berteriak-teriak marah kepada anaknya. Disebutkan, terdapat bukti-bukti kuat ada hubungan kepribadian antara anak yang suka membuat onar dengan ibunya yang sering berteriak ketika marah.
d. Orang tua yang mempunyai banyak anak dan bersifat pilih kasih kepada anak-anaknya, maka menumbuhkan rasa cemburu, benci dan dendam bagi sebagian anak.

Mengingat betapa pentingnya pendidikan anak, maka kita hendaknya serius dalam mendidik anak-anak. Janganlah menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada lembaga pendidikan semata. Peran orang tua tetap dibutuhkan untuk melahirkan anak-anak shalih yang otaknya cerdas, hatinya lurus, dan mempunyai keterampilan yang memadai. Para kyai dan ustadz di pesantren juga diharapkan dapat memikirkan untuk melahirkan karya baru berupa kitab kuning tentang pendidikan anak (tarbiyat al-aulad), yang dapat dijadikan rujukan oleh para santri di berbagai pesantren. Departemen Agama diharapkan menambah satu lomba keagamaan, yaitu lomba menulis kitab kuning dengan tema yang dibutuhkan. Karya yang memenangkan lomba tersebut dievaluasi, diperbaiki seperlunya, dicetak, dan disebarluaskan ke seluruh pesantren yang ada di nusantara.
Demikian, semoga bermanfaat. Amin..

By. H. SUWENDI
Sumber : http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/9/34284/Khotbah/Mendidik_Anak_Secara_Islami.htm